Tampilkan postingan dengan label Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Agama. Tampilkan semua postingan

3 Tingkatan Sabar

Sabar dalam pengertian dan makna perlu kita ketahui, mengapa demikian? karena di dalam hidup ini tidak ada yang selalu dalam keadaan baik ada saatnya pasti kita di hadapkan pada hal yang tidak mengenakkan kita atau biasa kita sebut ujian atau kita di hadapkan pada sebuah masalah baik orang miskin maupun orang kaya sekalipun tidak lepas dari cobaan hidup. maka dari itu pentingnya kita mengetahui arti penting kesabaran, agar nantinya saat menghadapi masalah seberat apapun kita tahu ilmu mengenai "Sabar". karena pada dasarnya Agama Islam lah yang mengajarkan kita untuk sabar.

3 Tingkatan Sabar

Pengertian sabar

Pengertian sabar menurut bahasa adalah Menahan diri.
  1. SABAR saat menjalani perintah Allah (taat , beramal sholeh, ibadah) walau terasa berat bagi sebagian orang, maka harus sabar dalam ketaatan.
  2. SABAR saat tertimpa musibah,ujian sakit, masalah, bencana alam dan ujian hidup lainnya.
  3. SABAR dalam menjauhi semua larangan Allah (tidak mendekati zina,tidak mendekati alkohol dan menjauhi dosa lainnya) walaupun ada kesempatan dan mampu berbuat dosa tapi dia tahan dan sabar dalam menjauhinya.
Sesungguhnya di balik peristiwa memilukan atau ujian itu terdapat hikmah dan pelajaran yang banyak bagi mereka yang bersabar dan menyerahkan semuanya kepada Allah yang telah mentakdirkan itu semua untuk hamba-Nya

Karena sesungguhnya sebuah nikmat itu bisa jadi musibah, seperti pada kutipan bahwa : Setiap nikmat yang tidak mendekatkan diri kepada Allah, maka nikmat itu hakikatnya adalah musibah ... (Abu Hazim, Hilyatul Auliya')

Maka, berhati-hatilah ketika kita diberi aneka kesenangan dan kemudahan dalam banyak hal, akan tetapi ketaatan kita tidak bertambah, justru semakin berkurang, atau semakin akrab dengan kemaksiatan (dosa) atau bahkan menjalankan keduanya.. ibadah jalan maksiat juga jalan. maka kita tidak ada bedanya dengan orang Kafir yang di beri Rizki namun dengannya tidak mendekatkan diri sedikitpun kepada Allah SWT.
.
Boleh jadi, itu adalah sebentuk istidraj (mengulur-ulur) dan imlâ' (penangguhan) dari Allah Ta'ala akan datangnya sesuatu yang menyakitkan (QS Al-Qalam, 68:44-45)
Sesungguhnya, Nabi ﷺ pernah bersabda, "Apabila engkau melihat Allah memberi seorang hamba kelimpahan dunia atas maksiat-maksiatnya, atau apa yang dia suka, maka ingatlah sesungguhnya itu adalah istidraj."

Beliau kemudian membacakan ayat ke-44 dari surah Al-An'âm. "Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga, jika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa."

Adab Makan dan Minum Sesuai Sunnah Rasulullah

Dalam Agama Islam kita sudah mengatur segala aspek dalam kehidupan kita baik dari bangun tidur sampai pada hendak tidur, begitu pula ketika hendak makan kita juga harus mengikuti Rasulullah. ada pun adap makan Rasulullah ketika hendak makan yang pertama adalah membaca doa yang bermaksud memohon perlindungan Allah dari godaan setan yang terkutuk, meminta berkah dan meminta di jauhkan dari siksa neraka, setelah itu di lanjutkan dengan makan menggunakan tangan kiri, lalu makan sambil duduk, makan makanan yang halal dan tidak makan di meja yang terdapat hidangan yang tidak halal dan masih banyak lagi yang lainnya.

Adab Makan dan Minum Sesuai Rasulullah

maka dari itu sangat penting adanya kita membahas BAB mengenai Makan ini, mempelajari bagaimana cara makan Rasulullah karena sesungguhnya Rasulullah lah contoh suri tauladan yang harus kita tiru. maka dari itu simak informasi selengkapnya berikut ini yang sudah saya rangkum dan bagi agar lebih mudah di mengerti dan di pahami.

Berdoa.

Doa Sebelum Makan

الَّلهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

"Allahumma baarik llanaa fiima razaqtanaa waqinaa adzaa ban-naar"

Artinya :
Yaa Allah, berkatilah rezeki yang engkau berikan kepada kami, dan peliharalah kami dari siksa api neraka.

Doa Sesudah Makan

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْنَ اَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

"Alhamdu lillahhil-ladzi ath-amanaa wa saqaana waja'alanaa minal muslimiin"

Artinya :
Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan minum serta menjadikan kami memeluk agama islam.

Dengan Bismillah

itu tadi adalah dua doa ketika hendak makan dan sesudah makan. namun di perbolehkan pula dengan mengucapkan kalimat Bismillah ketika hendak makan, yaitu sebagai berikut : 

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

“Bismillahirrahmanirrahim”

Artinya :
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang“.

Dengan Alhamdulillah

adapun ketika selesai makan kita juga di perbolehkan mengucapkan kalimat Alhamdulillah, yaitu sebagai berikut : 

الحمد لله رب العالمين

"Alhamdulillahirabilalamin"

Artinya :
Segala puji bagi Allah Ta’ala Pemelihara seluruh alam.


hal ini juga ssesuai yang di ajarkan oleh Rasulullah, dalam hadits berikut ini :

إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum” (HR. Muslim no. 2734) An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang mencukupkan dengan bacaan “alhamdulillah” saja, maka itu sudah dikatakan menjalankan sunnah.”

Doa Ketika Lupa Menyebut Nama Allah ketika Hendak Makan

adapun ketika lupa mengucapkan doa atau menyebutnama Allah ketika hendak makan dan kita baru ingat di saat makan atau sesudah makan maka Rasulullah menyuruh kita untuk mengucapkan doa berikut ini.

Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu 

Artinya : 
(dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)

hal ini sesuai dalam Hadis Rasulullah, berikut ini :

Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”.” (HR. Abu Daud no. 3767 dan At Tirmidzi no. 1858. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)

Adab Makan Dalam Islam

dalam bab ini juga akan di bahan mengenai Adab makan agar lebih jelas pula bagaimaan cara islam mengatur umatnya dalam ruang lingkup Makan baik itu hendak makan, saat makan dan sesudah makan. karena pada dasarnya seperti yang sudah saya jelaskan di bagian paling atas dalam islam memang sudah di jelaskan secara rinci apa yang harus kita lakukan, kesemua perintah tersebut sudah terbukti sangat baik untuk kita lakukan. di harapkan di samping melakukan pekerjaan yang benar kita juga mendapat pahala dan ampunan dari Allah SWT. 

adapun Adap dalam Makan, sesuai sabda Rasulullah yang memang darinyalah kita harus meniru, hadis sebagai berikut : 

Hadis pertama


Adab Makan dan Minum Sesuai Rasulullah

Dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata, “Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanganku bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ » . فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِى بَعْدُ

“Wahai Ghulam, sebutlah nama Allah (bacalah “BISMILLAH”), makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu. (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022)

Hadits kedua :

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”.” (HR. Abu Daud no. 3767 dan At Tirmidzi no. 1858. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)

Hadits ke Empat : 

Mengapa kita harus membaca Doa sebelum makan

Dari Hudzaifah, ia berkata, “Jika kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadiri jamuan makanan, maka tidak ada seorang pun di antara kami yang meletakkan tangannya hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memulainya. Dan kami pernah bersama beliau menghadiri jamuan makan, lalu seorang Arab badui datang yang seolah-oleh ia terdorong, lalu ia meletakkan tangannya pada makanan, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memegang tangannya. Kemudian seorang budak wanita datang sepertinya ia terdorong hendak meletakkan tangannya pada makanan, namun beliau memegang tangannya dan berkata,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ الَّذِى لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ جَاءَ بِهَذَا الأَعْرَابِىِّ يَسْتَحِلُّ بِهِ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ وَجَاءَ بِهَذِهِ الْجَارِيَةِ يَسْتَحِلُّ بِهَا فَأَخَذْتُ بِيَدِهَا فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنَّ يَدَهُ لَفِى يَدِى مَعَ أَيْدِيهِمَا

“Sungguh, setan menghalalkan makanan yang tidak disebutkan nama Allah padanya. Setan datang bersama orang badui ini, dengannya setan ingin menghalalkan makanan tersebut, maka aku pegang tangannya. Dan setan tersebut juga datang bersama budak wanita ini, dengannya ia ingin menghalalkan makanan tersebut, maka aku pegang tangannya. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya tangan setan tersebut ada di tanganku bersama tangan mereka berdua.” (HR. Abu Daud no. 3766. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)

Hadits ke Lima : 

Dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلاَ نَشْبَعُ. قَالَ « فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ ». قَالُوا نَعَمْ. قَالَ « فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ »

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?” Beliau bersabda: “Kemungkinan kalian makan sendiri-sendiri.” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda: “Hendaklah kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi berkah padanya.” (HR. Abu Daud no. 3764. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)

Hadits ke Enam : 

وعن رجل خدم النبي صلى الله عليه وسلم : أنه كان يسمع النبي صلى الله عليه وسلم إذا قرب إليه طعاما يقول : بسم الله

Dari seseorang yang mengabdi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika makanan mendekatinya, beliau mengucapkan “bismillah”. (Disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Kalimuth Thoyyib no. 190. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Hadits ke Tuju :

Adab Minum Rasulullah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كان يشرب في ثلاثة أنفاس إذا أدنى الإناء إلى فيه سمى الله تعالى وإذا أخره حمد الله تعالى يفعل ذلك ثلاث مرات

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa minum dengan tiga nafas. Jika wadah minuman didekati ke mulut beliau, beliau menyebut nama Allah Ta’ala. Jika selesai satu nafas, beliau bertahmid (memuji) Allah Ta’ala. Beliau lakukan seperti ini tiga kali.” (Shahih, As Silsilah Ash Shohihah no. 1277)

Jika kita melihat dari hadits-hadits yang ada, membaca “bismillah” ketika hendak makan dan minum diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga menjadi kebiasaan beliau. Maka sudah sepatutnya umat Islam yang selalu ingin meneladani beliau, mengikutinya dalam hal ini.
Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/1114-sebelum-makan-bacalah-bismillah.html

Adapun beberapa larangan dalam Adab Makan 

  • Tidak makan dan minum dengan menggunakan wadah yang terbuat dari emas dan perak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang minum pada bejana perak sesungguhnya ia mengobarkan api neraka jahanam dalam perutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam salah satu riwayat Muslim disebutkan, “Sesungguhnya orang yang makan atau minum dalam bejana perak dan emas …”

  • Jangan berlebih-lebihan dan boros.
Sesungguhnya berlebih-lebihan adalah di antara sifat setan dan sangat dibenci Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Isra` ayat 26-27 dan Al-A’raf ayat 31. Berlebih-lebihan juga merupakan ciri orang-orang kafir sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seorang mukmin makan dengan satu lambung, sedangkan orang kafir makan dengan tujuh lambung.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  • Dianjurkan memuji makanan dan dilarang mencelanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. Apabila beliau menyukainya, maka beliau memakannya. Dan apabila beliau tidak suka terhadapnya, maka beliau meninggalkannya. (HR. Muslim)

  • Makan dan minum dengan tangan kanan dan dilarang dengan tangan kiri.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian makan, makanlah dengan tangan kanan dan minumlah dengan tangan kanan, karena sesungguhnya setan makan dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim)

  • Dilarang bersandar ketika Makan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku tidak makan dengan bersandar.” (HR. Bukhari) Maksudnya adalah duduk yang serius untuk makan. Adapun hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat makan duduk dengan menduduki salah satu kaki dan menegakkan kaki yang lain adalah dhaif (lemah). Yang benar adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk bersimpuh (seperti duduk sopannya seorang perempuan dalam tradisi Jawa) saat makan.


  • Apabila lalat terjatuh dalam minuman
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila lalat jatuh pada minuman salah seorang dari kalian maka hendaklah ia mencelupkan lalat tersebut kemudian barulah ia buang, sebab di salah satu sayapnya ada penyakit dan di sayap yang lain terdapat penawarnya.” (HR. Bukhari)

  • Makan mulai dari makanan yang terdekat.
Umar Ibnu Abi Salamah radhiyallahu’anhuma berkata, “Saya dulu adalah seorang bocah kecil yang ada dalam bimbingan (asuhan) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tangan saya (kalau makan) menjelajah semua bagiannampan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menegur saya, ‘Wahai bocah bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang terdekat denganmu.’ Maka demikian seterusnya cara makan saya setelah itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  • Tidak makan dan minum sambil Berdiri
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang laki-laki minum sambil berdiri. Qatadah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami bertanya kepada Anas, ‘Kalau makan?’ Dia menjawab, ‘Itu lebih buruk -atau lebih jelek lagi-.’ (HR. Muslim)

Hukum Berdoa Ketika Hendak Makan dan Sesudah Makan

Hukum Berdoa Sebelum dan Sesudah  Makan jika di lihat dalam beberapa hadits di atas maka Hukumnya "Sunnah" sehingga apabila di tinggalkan karena lupa maka tidak berdosa, namun konsekuensi tetap ada seperti yang sudah di jelaskan di atas bahwa makanan atau minuman yang tidak di sebutkan Nama Allah di dalamnya maka makanan tersebut Halal Bagi syaitan. jadi sangat di anjurkan bagi kita berdoa, jangan sampai kita lupa berdoa atau menyebut nama Allah ketika kita hendak makan atau minum.

untuk lebih jelasnya mengenai Adab Rasulullah ketika makan ada dalam gambar berikut :

Adab Makan dan Minum Sesuai Rasulullah

demikianlah Artikel mengenai Adab Makan dan Minum Sesuai Rasulullah yang harus di ketahui. semoga dapat menambah ilmu pengetahuan dan dapat mendatangkan keridoan Allah SWT kepada kita semua, Aamiin ya Robbal Alamiin.

Apakah Perlu Iqomah Ketika Sholat Sendiri di Rumah

Apakah Perlu Iqomah Ketika Sholat Sendiri di Rumah

Kita sebagai Umat muslim pastinya sudah tidak asing lagi dengan Iqomah yang biasa di kumandangkan ketika hendak melaksanakan sholat. Iqomah bertujuan untuk memanggil Muslimin yang berada di sekitar masjid saja. namun pertanyaannya apakah perlu atau wajib mengumandangkan Iqomah  ketika sholat sendirian di rumah atau ketika sholat sendirian di masjid. berikut penjelasannya menurut Hadis Rasulullah.

Ulama Lajnah Daimah berkata,

تشرع الإقامة قبل الصلاة ولو كان المصلي منفرداً، لكن لو صليت بدون إقامة فإن صلاتك صحيحة ولا إعادة عليك‏.‏ 

“Disyariatkan iqomah sebelum shalat walau ia shalat sendirian. Tetapi andai kamu shalat tanpa iqomah maka shalatmu sah dan tidak ada kwajiban mengulanginya.” Wallahu a'lam. [PurWD/voa-islam.com]

Jika Anda shalat di rumah dengan menyimak adzan dari masjid sekitar maka tak perlu mengumandangkan adzan sendiri. Karena hukum adzan di satu masyarakat adalah fardhu kifayah. Jika sudah ada yang mengerjakan, kewajiban itu gugur dari selainnya.

Adapun iqomah tetap disunnahkan saat akan mengerjakan shalat, walau sendirian. Namun jika shalat tanpa iqomah maka tetap sah shalat tersebut.

Azan bagi yang Shalat Munfarid

Siapa saja yang shalat sendirian dan di tempat tersebut sudah dikumandangkan azan sebelumnya, maka ia tidak perlu lagi mengumandangkan azan dan mencukupkan diri dengan azan tersebut. Akan tetapi, apabila ia mengumandangkan azan dan iqamah sekaligus, maka ia akan mendapatkan keutamaan azan sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Uqbah bin ‘Amir berikut,

يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِى غَنَمٍ فِى رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ يُؤَذِّنُ بِالصَّلاَةِ وَيُصَلِّى فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِى هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلاَةَ يَخَافُ مِنِّى فَقَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِى وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ 

Rabb kalian begitu takjub terhadap si pengembala kambing di atas puncak gunung yang mengumandangkan azan untuk shalat dan ia menegakkan shalat. Allah pun berfirman, “Perhatikanlah hamba-Ku ini, ia berazan dan menegakkan shalat (karena) takut kepada-Ku. Karenanya, Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku ini dan aku masukkan ia ke dalam surga”. (HR. Abu Daud no. 1203 dan An Nasai no. 667. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Siapa yang memperkerjakan seseorang untuk menjadi muazin, iqamah, dan menjadi imam, maka ini diperbolehkan. Upah yang diberikan adalah sebagai ganti untuk usahanya dalam menjaga azan, iqamah, dan menjaga masjid, bukan untuk shalatnya.”

Demikian pula dibolehkan seseorang hanya melakukan adzan dan iqamah tanpa menjadi imam. An-Nawawi mengatakan dalam kitab Al-Majmu’, ‘Kaum muslimin sepakat bolehnya seorang muazin menjadi imam, bahkan dianjurkan. Penulis kitab Al-Hawi mengatakan, ‘Masing-masing, antara azan dan iqamah memiliki keutamaan.’”

Oleh karena itu, orang yang memungkinkan menggabungkan antara tiga hal tersebut; azan, iqamah, dan menjadi imam maka itu lebih utama.

Iqamah untuk shalat wajib berjamaah –hukumnya– sunah, bukan syarat sah shalat. Andaikan ada orang yang shalat tanpa iqamah maka shalatnya sah, karena ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan tata cara shalat kepada orang yang shalatnya salah terus, beliau tidak memerintahkan untuk iqamah terlebih dahulu sebelum shalat. Ini menunjukkan bahwa iqamah untuk shalat bukan syarat, namun hukumnya sunah. Allahu a’lam. (Al-Muntaqa Fatawa Syaikh Dr. Shaleh Al-Fauzan, no. 39)

Semoga dapat menambah pengetahuan dan pemahaman kita mengenai Hal ini.

Pengertian dan Manfaat Puasa Ayyamul Bidh

Puasa Adalah suatu bentuk ibadah yang di tujukkan ke Pada Allah dengan tidak Makan dan Tidak Minum dalam Jangka waktu tertentu. dalam Pegertian Bahasa puasa di artikan sebagai "Menahan", Menurut Pengertian Puasa Adalah Suatu aktivitas Ibadah kepada Allah dengan cara Menahan Diri Makan, Minum dan hawanafsu.

Dalam agama Islam Terdapat puasa Wajib dan puasa Sunnah. puasa wajib yaitu puasa yang harus di kerjakan, apabila di tinggalkan akan mendapatkan dosa seperti contohnya puasa Ramadhan. sedangkan puasa Sunnah adalah puasa yang di anjurkan untuk di kerjakan apabila di tinggalkan tidak dapat dosa. puasa sunnah banyak sekali macam nya salah satunya adalah Ayyamul Bidh, meskipun di sunnahkan tetapi banyak sekali Keutamaan yang di sediakan bagi orang yang mengerjakannya.

Ayyamul Bidh

Pengertian Puasa Ayyamul Bidh

puasa Ayyamul Bidh adalah puasa yang di lakukan pada hari 13,14 dan 15 dari bulan Hijriyah. puasa ini di sebut Ayyamul Bidh (Hari Putih) karena pada malam-malam tersebut bersinar bulan purnama dengan sinar rembulannya yang putih.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ 

“Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: 1- berpuasa tiga hari setiap bulannya, 2- mengerjakan shalat Dhuha, 3- mengerjakan shalat witir sebelum tidur.
” (HR. Bukhari no. 1178)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

صَوْمُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ 
“Puasa pada tiga hari setiap bulannya adalah seperti puasa sepanjang tahun.” (HR. Bukhari no. 1979)

Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ 
“Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2425. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa haditsnya hasan).

Dari Ibnu Milhan Al Qoisiy, dari ayahnya, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُنَا أَنْ نَصُومَ الْبِيضَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ . وَقَالَ هُنَّ كَهَيْئَةِ الدَّهْرِ 
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan pada kami untuk berpuasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14 dan 15 (dari bulan Hijriyah).” Dan beliau bersabda, “Puasa ayyamul bidh itu seperti puasa setahun.” (HR. Abu Daud no. 2449 dan An Nasai no. 2434. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ 
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun ketika bersafar.” (HR. An Nasai no. 2347. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Namun dikecualikan berpuasa pada tanggal 13 Dzulhijjah (bagian dari hari tasyriq). Berpuasa pada hari tersebut diharamkan.

Menutup Telinga Dengan Jari Ketika Adzan dan Iqomah

Telinga Dengan Jari Ketika Azan

Kita Sebagai umat Muslim pastinya sering melihat Muazin Memasukkan jari ke telinga ketika Adzan, pastinya akan timbul pertanyaan mengapa demikan?, dan apa sebabanya?, apakah hal tersebut di ajarkan oleh Raslullah?. itu hal itu tidaklah semerta-merta tidak beralasan maka dari itu pentingnya kita mendalami ilmu agama agar hal yang di urus agama sekecil apapun kita tahu sandaran hukumnya.

Muadzin bertugas sebagai Pengumandang adzan ketika masuk waktu Sholat, Adzan sendiri adalah penada telah masuknya waktu sholat dan sebagai seruan untuk Semua Muslim untuk melakukan sholat pada saat itu juga. mengenai gerakan menutup telinga ketika adzan terdapat berbagai hadis yang menjelaskan hal tersebut, lebih jelasnya simak pendapat ulama berikut ini.

Pendapat yang rajih dari 2 pendapat ulama bahwa menutup telinga dengan jari hanya disunnahkan ketika adzan, sebagaimana dalam hadist Abu Juhaifah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

رأيت بلال يؤذن ويدور ويتبع فاه هاهنا وهاهنا وإصبعاه في أذنيه 

“Aku melihat Bilal mengumandangkan adzan, memutarkan dan mengikutkan mulutnya ke arah sana dan sana, sedangkan kedua jarinya berada di kedua telinganya.”
(HR. At-Tirmidzy, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)

Berkata At-Tirmidzy:

وعليه العمل عند أهل العلم يستحبون أن يدخل المؤذن إصبعيه في أذنيه في الأذان 

“Inilah yang diamalkan menurut para ulama, mereka menganjurkan supaya muaddzin memasukkan dua jari di dalam kedua telinganya ketika mengumandangkan adzan.
” (Sunan At-Tirmidzy 1/377)

Dan hikmah menutup telinga dengan jari diantaranya adalah mengumpulkan suara sehingga suara keluar lebih keras. (Mugny Al-Muhtaj 1/213, Al-Mubdi’ Syarh Al-Muqni’ 1/284).

Adapun iqamah maka tidak memerlukan suara yang keras karena tujuannya hanyalah pemberitahuan kepada yang hadir di masjid bahwa shalat akan segera ditegakkan (Lihat Al-Majmu’ 3/117)

Hal ini juga berdasarakan perbuatan sahabat yang mulia Bilal bin Rabbah radhiallahu ‘anhu ketika beliau mengumandangkan adzan.

Syaikh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada menyatakan :

و ذلك بأن يرفع المؤذن صوته ما استطاع ، حتى يسمع النداء بالصلاة ،فقد : كان بلال إذا أذن وضع أصبعيه في أذنيه وهذا يساعده على رفع الصوت . 

Yang demikian itu hendaknya Muadzin mengangkat suaranya, sehingga panggilan shalat dapat di dengar.

Dalam sebuah riwayat di sebutkan bahwa :

كان بلال إذا أذن وضع أصبعيه في أذنيه 

“Bilal biasa meletakkan kedua jarinya di telinga jika mengumandangkan adzan.”


(HR.Ahmad 4/308, Tirmidzi 197, dan dia menshahihkannya، Hakim 1/202,Abu ‘awanah 1/329 dari Abu Juhaifah, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam _al irwa_230).

jadi menutup telinga ketika adsan ini Sunnah dan sunnah apabila di kerjakan menadapat pahala dan di tinggalkan tidak mendapatkan dosa. menutup telinga tidak ada di ikomah jadi ada di adzan saja. semoga hal ini dapat menambah ilmu pengetahuan kita mengenai Ajaran Agama Islam.


Wasiat Rasulullah Tentang jangan marah


Wasiat Rasulullah Tentang jangan marah (Hidup nyaman, tentram, tidak ada masalah, mati masuk surga), siapa yang tidak mau hal tersebut, semua orang pasti menginginkannya. jangan marah adalah wasiat Raslullah kepada kita umat Islam sehingga hidup kita tidak terjadi masalah yang dapat menjadi pikiran. mendahulukan marah juga dapat menjadikan kita tidak menggunakan akal sehat kita sehingga tidak jarang kita melakukan hal yang tidak di inginkan kepada orang lain yang kita benci, al hasil banyaklah kita memiliki musuh.

namun perlu di ketahui orang yang tidak pernah marah adalah orang yang tidak normal menurut Penelitian pesikolog, jadi perlu lah kita marah juga dalam hal tertentu. tentunya anda pastilah mengeti contohnya seperti Marah ketik agama kita menjadi bahan ejekan. untuk penjelasan lebih dalam mengenai Wasiat Rasulullah tentang "Jangan Marah", silahkan simak penjelasannya di hadis yang akan di bahas di bawah ini.
Wasiat Rasulullah Tentang jangan marah

Wasiat Nabi : Jangan Marah

(Syarh Hadits Ke-16 Arbain anNawawiyyah)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَاراً، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ [رواه البخاري] 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Berilah wasiat kepadaku”. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah engkau marah”. Maka diulanginya permintaan itu beberapa kali. Sabda beliau: “Janganlah engkau marah”.(HR. al-Bukhari)

PENJELASAN HADITS

Seorang laki-laki datang kepada Nabi dan meminta diberi wasiat. Nabi mewasiatkan kepadanya untuk jangan marah. Hal itu diulangi beberapa kali, menunjukkan pentingnya wasiat tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa menahan amarah memiliki kedudukan, manfaat, dan keutamaan yang tinggi. Sebagian ulama’ menyatakan bahwa wasiat Nabi disesuaikan dengan keadaan orang yang meminta wasiat. Orang yang meminta wasiat tersebut adalah seorang pemarah, maka Nabi memberikan wasiat kepadanya agar jangan marah.

“Janganlah engkau marah”, kata sebagian para Ulama’ mengandung 2 makna:
  1. Latihlah dirimu untuk senantiasa bersikap sabar dan pemaaf, jangan jadi orang yang mudah marah. 
  2. Jika timbul perasaan marah dalam dirimu, kendalikan diri, tahan ucapan dan perbuatan agar jangan sampai terjadi hal-hal yang engkau sesali nantinya. Tahan diri agar jangan sampai berkata atau berbuat hal-hal yang tidak diridhai Allah. 
(disarikan dari penjelasan Syaikh Abdurrahman as-Sa’di)

Marah Sumber Keburukan

Dalam hadits riwayat Ahmad, laki-laki yang meminta wasiat kepada Nabi itu berkata: “(kemudian aku memikirkan wasiat Nabi tersebut), ternyata kemarahan adalah mencakup keburukan seluruhnya”.

Jika seseorang marah dan tidak berusaha untuk mengendalikannya, ia akan berbicara atau berbuat di luar kesadaran sehingga nanti akan ia sesali. Betapa banyak kalimat talak diucapkan suami karena marah, dan setelah kemarahannya mereda ia sangat menyesal. Ada juga orangtua yang sangat marah kepada anaknya sehingga memukul dan menganiayanya, akibatnya anaknya menjadi cacat. Betapa banyak kemarahan menyebabkan hubungan persaudaraan menjadi putus, harta benda dirusak dan dihancurkan. Semua itu menunjukkan bahwa kemarahan yang tidak dikendalikan akan menyebabkan keburukan-keburukan.

Keutamaan Menahan Amarah

Menahan amarah adalah sebab memperoleh ampunan Allah dan surga-Nya:


وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ 

Dan bersegeralah menuju ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang lebarnya (seluas) langit dan bumi yang disediakan bagi orang yang bertakwa, yaitu orang yang menginfakkan (hartanya) di waktu lapang atau susah, dan orang-orang yang menahan amarah, dan bersikap pemaaf kepada manusia, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik
(Q.S Ali Imran:133-134)

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ تَغْضَبْ وِلَكَ الْجَنَّة 
Janganlah engkau marah, niscaya engkau mendapat surga (H.R at-Thobarony dan dishahihkan oleh al-Mundziri)

Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنْ الْحُورِ الْعِينِ مَا شَاءَ
Barangsiapa yang menahan amarah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, Allah akan panggil ia di hadapan para makhluk pada hari kiamat, hingga Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari (terbaik) yang ia inginkan
(H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Sahabat Nabi Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhu berkata: Tidak ada luapan yang lebih besar pahalanya di sisi Allah selain daripada luapan kemarahan yang ditahan oleh seseorang hamba demi menggapai wajah Allah (riwayat al-Bukhari dalam Adabul Mufrad)

Apa yang Harus Dilakukan Ketika Marah

Jika seseorang mulai tersulut emosinya untuk marah, hal yang harus dilakukan untuk menahan atau meredakan kemarahan adalah:
  • Diam, tidak berkata apa-apa
وَإِذَا غَضِبْتَ فاسْكُتْ

Jika engkau marah, diamlah (H.R al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan Syaikh al-Albany). 
  • Mengingat-ingat keutamaan yang sangat besar karena menahan amarah. 
  • Mengucapkan ta’awwudz: A’udzu billaahi minasysyaithoonir rojiim. 

Nabi pernah melihat dua orang bertikai dan saling mencela, sehingga timbul kemarahan dari salah satunya. Kemudian Nabi menyatakan:Aku sungguh tahu suatu kalimat yang bisa menghilangkan (perasaan marahnya):A’udzu billaahi minasysyaithoonir rojiim (H.R al-Bukhari dan Muslim)
  • Merubah posisi : dari berdiri menjadi duduk, dari duduk menjadi berbaring. 
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ 

Jika salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri hendaknya ia duduk. Jika dengan itu kemarahan menjadi hilang (itulah yang diharapkan). Jika masih belum hilang, hendaknya berbaring
(H.R Abu Dawud)

Faidah : hadits yang menyatakan bahwa jika seseorang marah hendaknya berwudhu’ dilemahkan oleh sebagian Ulama’ di antaranya Syaikh al-Albany dalam Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah no 582.

Marah Dalam Hal Syariat Allah Dilanggar

Bukanlah artinya seseorang tidak boleh marah sama sekali. Marah ketika ada penyelisihan terhadap syariat Allah adalah suatu hal yang diharapkan.

Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam tidak pernah membalas perlakuan buruk terhadap diri pribadi beliau, namun jika ada penyelisihan terhadap syariat Allah, beliau bersikap marah dan bertindak dengan tegas. Kemarahan beliau adalah karena Allah.

Ummul Mu’minin ‘Aisyah –radliyallaahu ‘anha- menyampaikan kepada kita:

مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلاَّ أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ وَمَا انْتَقَمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ إِلاَّ أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللهُ فَيَنْتَقِمُ ِللهِ بِهَا 

“ Tidaklah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam diberi pilihan di antara 2 hal kecuali beliau ambil yang paling mudah di antara keduanya selama tidak ada (unsur) dosa. Jika ada(unsur) dosa, beliau adalah manusia yang paling jauh darinya. Tidaklah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam membalas (ketika disakiti) untuk dirinya sendiri, namun jika hal-hal yang diharamkan Allah dilanggar, beliau membalas untuk Allah ‘Azza wa Jalla “
(H.R AlBukhari-Muslim)

Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam pernah marah ketika melihat ada gambar makhluk bernyawa di rumahnya, kemudian beliau bersabda:

أَنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ وَأَنَّ مَنْ صَنَعَ الصُّورَةَ يُعَذَّبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ 

Sesungguhnya para Malaikat (penyebar rahmat) tidaklah masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambar (makhluk bernyawa), dan barangsiapa yang menggambar (makhluk bernyawa) akan diadzab pada hari kiamat dan dikatakan kepadanya: Hidupkan makhluk yang kalian ciptakan
(H.R al-Bukhari no 2985).

Semoga dapat menambah ilmu pengetahuan dan menambah pemahaman kita mengenai bagaimana Agama Islam Mengarahkan Hidup kita ke hal yang lebih baik. Wasiat Rasulullah Tentang jangan marah (Hidup nyaman, tentram, tidak ada masalah, mati masuk surga)

Pengertian dan Keutamaan Puasa Arafah

Puasa Arafah

Puasa Adalah suatu bentuk ibadah yang di tujukkan ke Pada Allah dengan tidak Makan dan Tidak Minum dalam Jangka waktu tertentu. dalam Pegertian Bahasa puasa di artikan sebagai "Menahan", Menurut Pengertian Puasa Adalah Suatu aktivitas Ibadah kepada Allah dengan cara Menahan Diri Makan, Minum dan hawanafsu.

Dalam agama Islam Terdapat puasa Wajib dan puasa Sunnah. puasa wajib yaitu puasa yang harus di kerjakan, apabila di tinggalkan akan mendapatkan dosa seperti contohnya puasa Ramadhan. sedangkan puasa Sunnah adalah puasa yang di anjurkan untuk di kerjakan apabila di tinggalkan tidak dapat dosa. puasa sunnah banyak sekali macam nya salah satunya adalah Arafah.

Pengertian Puasa Arafah

puasa Arafah adalah puasa yang di lakukan di awal Dzulhiijah yaitu pada tanggal 9 dan 10. puasa ini di lakukan sebelum kita akan melaksanakan hari raya Khurban atau Hari raya Idul Adha. bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan yang di cintai oleh Allah SWT, bahkan Allah melipat gandakan amalan hambanya di bulan ini.seperti pada Hadis dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ 

Tidak ada hari dimana suatu amal salih lebih dicintai Allah melebihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh, pen.).” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Turmudzi)

maka dari itu kita du sunnahkan untuk berpuasa pada hari 9 dan 10.

Keutamaan Puasa Arafah

Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ 

“Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.”
(HR. Muslim no. 1162)

Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 428) berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.”

Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah- (3: 108) mengatakan, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.”

Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.

عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ 

“Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.”
(HR. Bukhari no. 1988 dan Muslim no. 1123).

عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ 

“Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari no. 1989 dan Muslim no. 1124).

Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan derajat.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51) Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 7: 498-500).

Setelah kita mengetahui hal ini, tinggal yang penting prakteknya. Juga jika risalah sederhana ini bisa disampaikan pada keluarga dan saudara kita yang lain, itu lebih baik. Biar kita dapat pahala, juga dapat pahala karena telah mengajak orang lain berbuat baik. “Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah (harta amat berharga di masa silam, pen).” (Muttafaqun ‘alaih). “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim).

demikianlah informasi mengenai Pengertian dan Keutamaan Puasa Arafah, semoga kita di mudahkan untuk mengejarkan amalan yang agung ini, sehingga kita jangan sampai meninggalkannya.