Kemandirian pangan merupakan salah satu jalan pewujudan kedaulatan pangan. Untuk mewujudkan kemandirian pangan, perlu diberikan ruang yang lebih besar kepada petani untuk mengembangkan tanaman pertaniannya. Kemandirian pangan mutlak sejalan dengan penghargaan terhadap kearifal lokal.
Sementara itu, dalam UU No. 8 Tahun 2012, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Dalam dokumen yang sama, kemandirian pangan didefinisikan sebagai kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Baca: UU No 18 Tahun 2012.[2]
Kearifan lokal dapat menjelma dalam berbagai bentuk seperti ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan dalam ranah kebudayaan, sedangkan dalam kehidupan sosial dapat berupa sistem religius, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan.[3]
Tekad pemerintahan Jokowi-JK mewujudkan kemandirian pangan terwujud dalam program Nawa Cita. Hal tersebut telah bergema sejak kampanye pemilihan presiden (Pilpres) 2014 lalu. Kemandirian pangan adalah salah satu strategi Jokowi-JK merealisasikan mimpi petani Indonesia; kedaulatan pangan.
Tetapi, diatas semua agenda itu, yang tak kalah penting adalah bahwa agenda kemandirian pangan jangan lantas mengabaikan kearifan lokal yang ada di masyarakat. Pertanian lahan kering, sebagai contoh, jangan sampai terganggu oleh program dan pengembangan pertanian modern.
Makanan-makanan lokal seperti jagung, umbi-umbian, dan berbagai tanaman lahan kering lainnya harus tetap dikembangkan agar dapat menjadi pangan alternatif saat musim kering tiba. Makanan-makanan itu juga dapat mengurangi beban ketergantungan masyarakat pada beras. Selain itu, kecukupan pangan bagi masyarakat lokal juga tetap terjaga.
Marsel Gunas
Apa itu kemandirian pangan?
Kemandirian (mandiri) berasal bahasa Italia: Independente dan bahasa Perancis: independant, yang berarti tidak terikat atau bergantung pada orang lain. Kemandirian dapat diartikan sebagai sebuah keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang lain. Dalam Bahasa Inggris, to depend yang berasal dari bahasa Latin: dependere, dan bahasa Perancis: dependre yang berarti “bergantung pada”.[1]Sementara itu, dalam UU No. 8 Tahun 2012, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Dalam dokumen yang sama, kemandirian pangan didefinisikan sebagai kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Baca: UU No 18 Tahun 2012.[2]
Kearifan Lokal (Local Wisdom)
Istilah kearifan lokal (local wisdom) banyak ditemukan di dalam literatur-literatur sosiologi dan atropologi. Dalam antropologi, kearifan lokal lebih dikenal dengan istilah lokal jenius. Kearifan lokal memiliki dimensi sosial dan budaya yang kuat, karena memang lahir dari aktivitas perlakuan berpola manusia dalam kehidupan masyarakat.Kearifan lokal dapat menjelma dalam berbagai bentuk seperti ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan dalam ranah kebudayaan, sedangkan dalam kehidupan sosial dapat berupa sistem religius, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan.[3]
Kemandirian Pangan: Jangan Abaikan Kearifan Lokal
Wacana kemandirian pangan memang masih hangat diperbincangkan. Rakyat masih menanti apakah Jokowi-JK mampu mewujudkan agenda mahal itu atau malah kembali mengalami nasib yang sama dengan pemimpin- pemimpin sebelumnya. Terlepas dari itu, agenda kemandirian pangan adalah agenda yang mendesak saat ini.Tekad pemerintahan Jokowi-JK mewujudkan kemandirian pangan terwujud dalam program Nawa Cita. Hal tersebut telah bergema sejak kampanye pemilihan presiden (Pilpres) 2014 lalu. Kemandirian pangan adalah salah satu strategi Jokowi-JK merealisasikan mimpi petani Indonesia; kedaulatan pangan.
Tetapi, diatas semua agenda itu, yang tak kalah penting adalah bahwa agenda kemandirian pangan jangan lantas mengabaikan kearifan lokal yang ada di masyarakat. Pertanian lahan kering, sebagai contoh, jangan sampai terganggu oleh program dan pengembangan pertanian modern.
Makanan-makanan lokal seperti jagung, umbi-umbian, dan berbagai tanaman lahan kering lainnya harus tetap dikembangkan agar dapat menjadi pangan alternatif saat musim kering tiba. Makanan-makanan itu juga dapat mengurangi beban ketergantungan masyarakat pada beras. Selain itu, kecukupan pangan bagi masyarakat lokal juga tetap terjaga.
Marsel Gunas
[1] Pengertian kata kemandirian harus dilihat secara komprehensif agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menyikapi isu kemandirian pangan.
[2] UU No 18 Tahun 2012 tentang pangan membedakan pengertian tiga istilah besar terkait pangan, ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan. Baca:UU No 18 Tahun 2012.
[3] Pengertian kearifan lokal dapat ditemukan di dalam beberapa literature sosiologi dan antropologi. Dalam konteks pangan, kaitan antara kearifan lokal dapat ditemukan dalam buku Caroline Nyamai-Kisia (2010) tentang Kearifan Lokal dan Pembangunan Indonesia.
[2] UU No 18 Tahun 2012 tentang pangan membedakan pengertian tiga istilah besar terkait pangan, ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan. Baca:UU No 18 Tahun 2012.
[3] Pengertian kearifan lokal dapat ditemukan di dalam beberapa literature sosiologi dan antropologi. Dalam konteks pangan, kaitan antara kearifan lokal dapat ditemukan dalam buku Caroline Nyamai-Kisia (2010) tentang Kearifan Lokal dan Pembangunan Indonesia.
EmoticonEmoticon