Salah satu makanan favoritku adalah udang goreng. Hanya udang goreng tanpa ribet diolah macam-macam. Begitu saja buatku rasanya sudah sangat enak.
Namun di dunia ini ada banyak sekali jenis masakan yang menggunakan bahan dasar udang sehingga permintaan udang baik udang air tawar, air payau, ataupun udang laut di pasaran tidak pernah turun melainkan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah populasi manusia di dunia. Akan tetapi, jumlah udang akan semakin berkurang jika tidak mulai dibudidayakan.
Meski ada beberapa orang yang alergi udang, namun sebagian besar orang sangat menyukai udang degan berbagai jenis variasi olahannya. Oleh sebab itu, meninjau kembali bisnis udang sebagai peluang bisnis tentunya bukan bualan belaka. Harga udang kian bulan kian naik sedikit demi sedikit.
Hal itu menandakan adanya peningkatan permintaan sementara produksinya bisa dibilang masih sama atau belum ada peningkatan. Dengan kata lain, petani udang belumlah bertambah pesat jumlahnya.
Kenapa ya kok petani udang itu masih sedikit? Ada mitos atau anggapan bahwa beternak udang itu susah, ribet, dan banyak resiko. Sementara itu, tidak bisa dipungkiri bahwa alam masih menyediakan banyak udang, semisal udang laut dan udang sungai.
Faktanya, udang bukanlah binatang yang sulit untuk berkembang biak di alam. Logikanya, udang bukanlah binatang yang sulit dibudidayakan. Hanya saja sebagai aset yang dibudidayakan, maka ada trik-trik tertentu agar budidaya udang berhasil dengan baik.
Budidaya udang sebenarnya tidaklah sesulit mitosnya. Saat ini setidaknya ada dua macam cara budidaya udang, yakni dengan cara tradisional dan dengan cara modern. Kedua metode budidaya tersebut saat ini masih berjalan dengan baik dan untuk sementara waktu masih bisa mengisi kekosongan stok udang di pasaran.
Apakah budidaya udang sebatas untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kuliner? Sebagian besar iya, namun budidaya udang untuk konsumsi hiburan, dalam hal ini adalah udang hias, juga sedang berjalan.
Sebelum lebih jauh membahas budidaya udang vaname, ada baiknya kita berkenalan dulu dengan beberapa jenis udang yang menjadi rekomendasi untuk dibudidayakan.
Apa itu Udang Vaname?
Udang dengan nama vannamei atau lebih populer di Indonesia sebagai vaname ini asal-usulnya dari pesisir pantai Amerika Tengah dan mulai ditransmigrasikan ke Indonesia sekitar tahun 2000an. Udang ini sejatinya adalah udang air payau yang secara alami berada pada pertemuan sungai dan laut di daerah asalnya sana.
Berbeda dengan udang windu dan udang galah, udang yang kebule-bulean ini ternyata lebih tahan penyakit sehingga ketika udang ini mulai diperkenalkan di Indonesia, banyak pengusaha budidaya udang yang tertarik karena udang vaname tidak hanya mudah dibudidayakan, namun juga harganya relatif mahal di pasaran.
Secara umum, udang vaname dapat hidup dengan baik pada daerah dengan suhu di atas 22 derajad celcius. Artinya, ia dapat tumbuh dan berkembang biak pula di pesisir pantai di Indonesia yang panasnya aduhai jikalau siang. Udang vaname merupakan binatang pemakan segala, namun tentu sebaiknya udang ini tidak makan nasi pecel atau hamburger.
Udang vaname dapat tumbuh dengan baik dengan memangsa binatang-binatang kecil seperti rebon, plankton, lumut, tumbuhan air, larva kerang, makanan khusus untuk ternak/ pelet udang, bahkan udang ini tega memakan kawannya sendiri jika memungkinkan.
Saking rakusnya, udang ini sangat cepat tumbuh. Udang ini hanya akan berhenti makan jika sudah kenyang, dan akan makan lagi jika mulai sedikit merasa lapar. Oleh karena itu udang ini sangat diminati petambak udang karena jarang menyia-nyiakan makanan.
Udang vaname juga termasuk salah satu kategori udang yang tidak bikin bangkrut para petambak. Hal ini lantaran mereka sangat peka terhadap makanan terutama makanan alam yang secara alami terdapat pada tambak.
Seperti halnya udang lainnya, ketika udang ini tumbuh besar, maka ia akan berganti kulit. Sebenarnya saat-saat pergantian kulit ini merupakan masa paling rentan bagi semua jenis udang karena pada situasi ini, mereka tidak punya pelindung tubuh.
Jika tubuh mereka empuk, tak hanya manusia yang senang, kawan mereka sendiri ikut senang karena mereka semakin merasa lapar.
Lho kok? Betul! Ketika udang berganti kulit, ada semacam cairan yang keluar seiring kulit mereka lepas dan cairan ini menurut para ahli mampu merangsang meningkatnya nafsu makan udang sehat lainnya sehingga mereka tega menjadi kanibal.
Tetapi, ganti kulit bukanlah kendala dalam budidaya udang. Jika tempat hidup atau tambak udang memadai dan menyediakan makanan yang berlimpah, maka udang yang berganti kulit akan tetap aman.
Justru mereka harus ganti kulit agar tidak hanya tampak keren, tetapi hal itu tanda bahwa mereka tumbuh besar. Semakin besar, semakin baik untuk datangnya rejeki.
Keunggulan lain dari budidaya udang vaname, selain mereka memiliki daya tahan bagus, kemampuan adaptasi yang tinggi, dan cepat tumbuh besar, udang ini bisa dibudidayakan dengan populasi padat.
Oleh karena itu sebenarnya budidaya udang vaname bisa dibilang hemat tempat. Kemampuan mereka dalam mencari makanan membuat mereka tetap tumbuh besar meskipun tempat hidup mereka sumpek.
Hingga saat ini, di Indonesia budidaya udang vaname dilakukan secara tradisional dan modern. Namun sejumlah petambak percaya bahwa budidaya udang vaname secara tradisional justru merupakan metode yang tepat karena udang tersebut dapat tumbuh pesat dan berukuran besar.
Mengenal Udang Galah
Udang galah merupakan udang air tawar yang besarnya bisa mencapai seukuran lengan orang dewasa. Hal ini membuat udang galah tampak seperti lobster.
Namun, udang galah yang berukuran jumbo tersebut biasanya didapat di alam seperti sungai-sungai besar di daerah Sumatra dan Kalimantan. Sementara, udang galah yang sering nongol di pasar, terutama di pulau Jawa, kebanyakan adalah udang galah hasil budidaya.
Berbeda dengan udang vaname, udang galah membutuhkan waktu lebih lama untuk panen, yakni sekitar 5-6 bulan, sementara udang vaname hanya butuh waktu 3-4 bulan saja untuk bisa dinikmati hasilnya. Dalam hal perawatan, baik udang galah ataupun udang vaname bisa dibilang mirip, yakni tidak terlalu sulit.
Di pasaran, udang galah dihargai antara 70.000-85.000 rupiah per kilonya. Untuk ukuran besar, satu kilo udang galah biasanya hanya berisi 4-6 ekor saja. Sementarai itu, harga bibit udang galah hanya berkisar antara 100-200 rupiah saja per ekornya.
Syarat penting bagi kelangsungan hidup udang galah pada kolam budidaya adalah ketersediaan aliran air. Udang galah yang dipelihara di perairan yang tidak mengalir akan memiliki resiko kematian lebih besar jika dibandingkan dengan kolam yang sirkulasi airnya bagus.
Di Indonesia, udang galah bisa dibudidayakan di tambak yang memiliki tanah liat dan berpasir, di kolam beton ataupun kolam terpal.
Beberapa hal penting yang memicu keberhasilan budidaya udang galah diantaranya adalah: cukupnya sinar matahari sehingga air memiliki temperatur ideal, sirkulasi air yang bagus sehingga air mempunyai kadar oksigen yang cukup.
Seperti hanlnya udang vaname, udang galah merupakan udang pemakan segala. Dalam budidaya udang galah, para petani udang biasanya mengandalkan pakan alami dan pakan buatan. Namun untuk mencukupi kebutuhan pakan, tentunya pakan buatan ini dosisnya lebih banyak daripada pakan alami.
Meski pakan buatan untuk udang galah relatif banyak macamnya, sebaiknya jenis pakan yang dipilih adalah pakan yang memiliki kandungan nutrisi yang baik seperti misalnya protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Semakin baik pakan yang dipilih tentu saja akan berpengaruh pada hasil panennya kelak.
Pemberian pakan buatan yang berlebihan bukan berarti tidak ada efek sampingnya. Jika pakan buatan ini tidak habis dikonsumsi udang, pakan ini akan berubah menjadi racun sekaligus biang penyakit yang berbahaya bagi kelangsungan hidup udang galah.
Secara umum, lahan yang dibutuhkan untuk habitat udang baik di tambak maupun di kolam bisa dibilang mirip. Sebelum lahan diisi air, lahan terlebih dahulu ditaburi dengan pasir, lumpur tanah liat, pupuk kandang, dan kapur.
Setelah itu barulah lahan diisi air dan didiamkan selama 2-3 minggu agar air dihidupi oleh plankton dan tumbuhan air yang bisa dijadikan pakan alami bagi udang.
Di sisi lain, khusus bagi kolam terpal dan beton, ada baiknya kolam diberi tambahan tanaman air seperti enceng gondok yang berfungsi untuk menetralisir racun dalam air akibat pakan buatan yang tidak habis termakan udang.
Selain itu, sebaiknya juga tersedia tempat berlindung udang ketika molting dengan cara menaruh potongan-potongan paralon ke dasar kolam. Setelah semua persiapan tersedia, yang tidak boleh dilupakan adalah keberadaan sirkulasi air atau air yang mengalir dalam hal ini wajib hukumnya.
Hama bagi udang galah pada tambak dan kolam yang terhubung dengan sungai adalah ikan dan kepiting, dan maling. Solusi yang paling tepat untuk menanggulangi hama ini adalah pengawasan ekstra, dan di sekeliling kolam dipasang jaring sehingga ikan tidak bisa masuk ke tambak.
Apa itu Udang Windu?
Udang windu atau udang macan merupakan udang jenis air payau meski klasifikasi yang sebenarnya udang tersebut merupakan udang air laut. Udang yang dalam beberapa hal memiliki beberapa kemiripan dengan udang vaname ini merupakan hewan nocturnal atau hewan yang suka bergadang.
Namun ini bukan bergadang biasa, mereka bergadang untuk mencari makan dan siang harinya mereka lebih senang bersembunyi di bawah lumpur atau pasir.
Udang windu yang senang berada dibawah lumpur ini sebenarnya bukan karena untuk bersembunyi, udang-udang tersebut memang lebih memilih mencari makan di dasar air. Sebagaimana udang vaname, udang windu merupakan udang yang sangat gemar makan dan selalu merasa lapar.
Dalam pembudidayaan udang windu, para petani udang harus banyak memberi mereka makan karena jika tidak, mereka akan memangsa teman mereka sendiri terutama udang-udang yang sedang berganti kulit/molting.
Kulit udang windu tergolong sangat keras dibanding udang yang lainnya. Udang ini disebut juga sebagai udang macan karena kulit luarnya yang keras itu berwarna biru dengan belang-belang coklat kekuningan seperi loreng macan.
Sebenarnya tidak mirip macan juga. Tapi ya sudahlah, yang jelas kulitnya yang keras tersebut merupakan pelindung penting karena mereka suka saling menyakiti satu sama lain.
Saat ini udang windu jarang dibudidayakan karena sering terserang penyakit kulit seperti jamur atau bintik-bintik putih (white spot) yang bisa berakibat fatal bagi kelangsungan hidup udang windu. Karena tingkat kesulitan yang lumayan tinggi, para petani udang beralih ke udang vaname sebagai pengganti udang windu.
Menurut saya pribadi, udang windu merupakan udang yang rasanya paling enak diantara udang konsumsi lainnya. Kulitnya yang keras menyebabkan udang ini memiliki rasa mirip kepiting. Jadi kalau mau kepiting yang empuk ya udang windu itu solusinya.
Meski sudah jarang dibudidayakan, udang ini tetap memiliki nilai jual yang tinggi di pasaran. Saat ini para petani hanya membudidayakan udang windu dalam skala kecil dan kebanyakan merupakan para petani kecil atau justru malah para petani legendaris yang dulunya pernah sukses membudidayakan udang windu.
Memang benar, dulu sebelum ada wabah white spot, udang windu merupakan udang papan atas yang saat ini posisinya digeser oleh udang vanama. Udang windu yang membutuhkan waktu 120 hari untuk pembesaran hingga masa panen merupakan bisnis yang sangat menguntungkan.
Saat inipun sebenarnya budidaya udang windu masih menguntungkan lantaran biaya produksi tergolong murah sementara harga jualnya masih tinggi, berkisar 70.000-80.000 rupiah perkilonya.
Hanya karena di masa lalu banyak petani udang jatuh gara-gara white spot, banyak petani udang yang trauma untuk membudidayakan udang windu sehingga saat ini seolah-olah udang ini tidak beredar lagi.
EmoticonEmoticon